Mari Belajar dari Petrus dan Yudas Iskariot, Cermati Berita Bank NTT Polisikan Media dan Medsos

oleh -318 Dilihat

Oleh : Verry Guru

Mahasiswa Pascasarjana IAKN Kupang

Suara-ntt.com, Kupang-Pekan lalu sejumlah media massa pers di daerah ini mewartakan berita tentang Bank Pembangunan Daerah atau yang lazim dikenal Bank NTT yang melaporkan tujuh akun media sosial (medsos) dan dua media online ke Polda NTT karena dinilai telah mencemarkan dan mencederai citra dan reputasi Bank NTT.  Tujuh akun dari grup facebook Flobamorata Tabongkar antara lain : Dewa Pemuja, Nitizen Alor, Paman Sam Kore, Silvester Timor Nobita, Shemby Kake II, dan Irmadewi Silvester Tabongkar serta satu akun facebook bernama Perpetua Skolastika dari grup Forum Kota Kupang.

Artikel ini sekadar sebagai warning; baik terhadap media dan medsos (khususnya tujuh medsos dan dua media yang dipolisikan) maupun terhadap Bank NTT dan Polda NTT yang menangani perkara ini, sembari belajar dari mentalitas dua murid Tuhan Yesus yakni Petrus dan Yudas Iskariot. Orang tentu bertanya-tanya apakah ada hubungan antara berita Bank NTT polisikan media dan medsos dengan mentalitas dua murid Tuhan Yesus yakni Petrus dan Yudas Iskariot ? Nah, mari kita simak !
Secara normatif di dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers khususnya konsiderans menimbang menyebutkan bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya disebutkan bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.

Isi konsiderans menimbang yang telah dikutip di atas sangat jelas dan mudah untuk dimengerti oleh masyarakat maupun rekan-rekan pekerja media pers. Rekan-rekan pekejar pers (termasuk yang ada di daerah ini) senantiasa dilindungi dan dipayungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan sejumlah peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. KEJ merupakan pedoman nilai-nilai yang sangat penting bagi para wartawan. KEJ menjadi rambu-rambu pertama bagi wartawan dalam menentukan apa yang baik dan buruk saat melaksanakan tugas jurnalistik; termasuk apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. KEJ harus mendasari seluruh kerja jurnalistik yang dilakukan wartawan agar berita yang dihasilkan tidak berdampak buruk bagi masyarakat dan wartawan.
Karena itu, beberapa waktu lalu Dewan Pers merilis masih minim kurang lebih hanya 20 persen dan tentu ini sangat memprihatinkan pemahaman masyarakat termasuk wartawan terhadap isi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan KEJ. Apalagi di era reformasi seperti sekarang ini, ada semacam “jebakan” yang terjadi di tengah masyarakat bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media mainstream relatif semakin kecil jika dibandingkan dengan medsos. Saban hari kita dapat menyaksikan dan menonton liputan yang viral dari masyarakat; padahal jika ditinjau dari perspektif jurnalistik, cerita atau tontonan yang diproduksi oleh masyarakat itu bukanlah karya jurnalistik.

Disebut karya jurnalistik manakala dihasilkan oleh wartawan dan institusi media pers yang taat dan tunduk kepada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik dan peraturan-peraturan lain yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Karena itu, menurut hemat penulis langkah hukum yang ditempuh pihak Bank NTT untuk mempolisikan 7 medsos dan 2 media online sudah sangat tepat. Warta yang disampaikan 7 medsos tersebut sesungguhnya bukanlah karya jurnalistik; itu ungkapan warga yang menggunakan medsos sebagai wahana dan sarana untuk “melampiaskan” apa yang diketahuinya, padahal belum tentu benar. Kita pun terus mengecek dan melacak keberadaan dua media online yang dimaksud.

Terhadap 7 medsos tersebut pihak penyidik Polda NTT dapat mengenakan pasal-pasal yang ada di dalam UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Lalu timbul pertanyaan apakah dua media online itu telah memenuhi syarat sebagai media massa pers yang telah terdaftar di Dewan Pers atau tidak. Jika tidak maka produk dari dua media online tersebut bukanlah karya jurnalistik. Tetapi ternyata dua media online itu telah terdaftar di Dewan Pers maka produk mereka merupakan karya jurnalistik.
Di titik ini, hemat penulis Bank NTT tidak tepat untuk mempolisikan dua media online itu. Yang harus dilakukan Bank NTT adalah gunakan hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Bab I pasal 1 ayat 11 dan 12. Juga Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Karena itu, terhadap dua media online tersebut pihak Bank NTT harus membuat laporan kepada Dewan Pers di Jakarta.

Belajar dari Petrus dan Yudas

Umat Kristiani sejagat baru saja merayakan dan memestakan Hari Raya Minggu Palma. Ada dua bagian penting dari perayaan ini; pertama, kita merenungkan peristiwa Yesus memasuki Kota Yerusalem; umat Allah bersorak-sorai menyambut-Nya dan menerima Dia sebagai raja keturunan Daud yang datang membebaskan umat-Nya. Yerusalem merupakan tempat hunian para pendosa tetapi nanti akan disucikan oleh sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Yerusalem sama seperti hati kita yang penuh dengan dosa. Maka, bukalah hati kita bagi Yesus, biarlah Dia masuk ke dalam hati kita untuk menyucikan dan membersihkan kita dengan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
Bagian kedua, kisah sengsara Tuhan Yesus. Kisah ini dimulai dengan penangkapan-Nya di Taman Zaitu. Ciuman persaudaraan Yudas pada Yesus menjadi kode bagi para algojo mengenal siapakah yang harus ditangkap. Kebersamaan Yudas sebagai murid selama tiga tahun sirna demi uang. Yudas adalah murid yang gagal mengamalkan nilai didikan gurunya.
Lalu pada saat penyelidikan di hadapan Mahkamah Yahudi dan pengadilan oleh Pilatus, tidak ada murid yang membela Yesus. Yudas menjual gurunya demi uang, para murid lainnya lari bersembunyi dan Petrus menyangkal Yesus sampai tiga kali. Petrus jatuh dalam dosa yang sama seperti yang lainnya. Petrus tidak mau mengambil risiko ikut terseret dalam perkara gurunya. Jadi, baik Petrus maupun Yudas sama-sama jatuh dalam dosa. Perbedaan dari mereka berdua ialah pada akhir dari pilihan hidup mereka. Petrus sadar akan dosanya, ia menangisi dirinya, bertobat dan kemudian menjadi murid yang hebat serta pewarta sabda yang andal. Berbeda dengan Yudas Iskariot, ia menyesal, sadar bahwa yang dilakukannya adalah salah, dan ia tidak tahan menyaksikan penyiksaan yang menimpa Yesus. Penyesalan itu membuat Yudas melempar uang hasil kejahatan itu ke dalam Bait Suci lalu pergi dalam keputusasaan dan kehilangan harapan. Ia gelap mata, lalu memutuskan untuk bunuh diri.
Apa yang dilakukan Petrus dan Yudas Iskariot menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak menjadi murid Tuhan yang pengecut dan tidak kehilangan jati diri hanya karena uang. Memang segalanya membutuhkan uang tetapi tidak boleh merusak harga diri dan membutakan mata hati serta iman kita kepada Tuhan.
Kita memang membutuhkan masyarakat yang kritis dan cerdas. Namun kekritisan dan kecerdasan masyarakat harus tetap dalam koridor aturan yang baik dan benar. Sikap Bank NTT untuk mempolisikan sembilan media patut diapresiasi; agar publik di daerah ini dapat mengetahui fakta yang sebenarnya. Karena itu, publik tentu bertanya-tanya dan berharap agar Polda NTT khususnya para penyidik yang menangani perkara ini dapat mengungkap “tabir gelap” siapa sesungguhnya akun-akun medsos dan media online itu. Semoga mentalitas murid Yesus yakni Petrus dan Yudas Iskariot tidak menjadi penghalang dan batu sandungan dalam mengungkap tabir kebenaran dari upaya dan kerja keras Bank NTT. (*)