Masih Ada Sejumlah Pekerjaan Rumah bagi Direksi Bank NTT untuk Segera Dituntaskan

oleh -258 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Hingga saat ini masih ada sejumlah kasus di Bank NTT menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para Direksi untuk segara dituntaskan.

Kita minta agar semua kasus yang berhubungan dengan Bank NTT cepat diselesaikan agar bank ini lebih baik lagi. Dan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) dari pengurus sekarang ini untuk menuntaskan dan melanjutkan semuanya,”tegas Izhak Rihi kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Pekerjaan rumah bagi para Direksi Bank NTT itu antara lain; Kasus Dugaan Korupsi Pembelian MTN Senilai Rp 50 Miliar Tahun 2018, Kasus Pemberian Fasilitas Kredit Senilai Rp 5 Miliar Kepada Nasabah Bernama Ravi, Biaya Perjalanan Dinas Jajaran Direksi dan Karyawan Bank NTT Mencapai Rp 17, 4 Miliar pada Tahun 2022, Dugaan Kredit Fiktif Senilai Rp130 Miliar oleh PT. Budimas dan Kasus gugatan Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT Izhak Eduard Rihi serta kasus lainnya.

Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT Izhak Eduard Rihi mengatakan, dana pihak ketiga termasuk Kasus Dugaan Korupsi Pembelian MTN senilai Rp 50 Miliar. Dalam kasus itu sudah jelas siapa oknum dibalik semua itu.

“Apa yang mau dipersoalkan lagi tinggal dieksekusi. Kalau itu levelnya direksi tinggal pemegang saham yang bertindak. Dan waktu itu sudah diperiksa soal kasus MTN itu,” katanya.

Dikatakan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT menganggap kasus MTN sebesar Rp 50 miliar itu sebagai temuan. “Dan jika hal itu dianggap sebagai resiko bisnis tentu tidak mungkin BPK menganggap itu sebagai temuan. Dan resiko bisnis itu hanya berlaku bagi direksi,”ungkapnya. 

Dijelaskan, dalam LHP BPK itu disebutkan yang bertanggung jawab itu adalah Kepala Divisi Treasury Bank NTT sehingga tidak ada resiko bisnis. “Kita juga kaget disebut sebagai resiko bisnis. Bahkan ada pemegang saham Bank NTT yang menyebutkan bahwa itu resiko bisnis,”jelasnya.

Saat ini kata dia, memberikan ruang kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memproses pembuktian terhadap LHP itu. Karena dimana-mana jika ada LHP dari BPK akan ditindaklanjuti oleh APH menjadi barang bukti.

“Tapi kalau ada kepala daerah mengatakan sebaliknya maka timbul pertanyaan ada apa sebenarnya siapa mau bela siapa ini. Dan akhirnya proses ini tidak berjalan sehingga tidak menemukan titik terang hingga saat ini,”ucapnya.

“Dukungan full terhadap persoalan ini kan kelihatan hanya setengah-setengah saja. Kalau saja OJK juga tidak serius dan buktinya yang menggantikan saya sebagai Dirut Bank NTT ada persoalan. Dan itu sebenarnya menjadi catatan OJK dan tidak boleh lolos sebagai calon Dirut Bank NTT,”bebernya.

Lebih lanjut kata dia, persoalan kasus MTN itu terjadi di tahun 2018 sementara penggantian Dirut Bank NTT pada tahun 2020. Dan catatan sudah ada sebenarnya tidak boleh karena PJOK soal fit and proper test paling tinggi adalah rekam jejak dan integritas serta tidak terlibat dalam persoalan hukum.

“Ini kan sudah ada persoalan hukum sebenarnya tidak boleh diloloskan,”pintanya.

Dia menambahkan, ada persoalan kredit di Bank NTT Cabang Surabaya sebesar Rp 126 miliar yang sudah ada putusan inkrah dan teman-teman sudah dieksekusi. Dan direksi saat ini ikut bertanggung jawab karena dalam putusan pengadilan disebutkan Direktur Pemasaran dan Kepala Divisi Kredit Bank NTT  bertanggung jawab sehingga harus ditindaklanjuti.

“Kemudian sewa kantor Bank NTT Cabang Surabaya dan rekomendasinya saya sebagai Dirut disuruh untuk membatalkan dan meminta mengganti rugi sewa itu ,”tandasnya.

“Dan masalah itu ada di Direktur yang lama yakni Direktur Utama dan Direktur Umum. Mereka harus bertanggung jawab dan sudah diproses sampai ke kejaksaan untuk melanjutkan proses kasus itu. Kemudian sudah penyetoran ganti rugi dari salah satu direksi,”pungkasnya. (HiroTuames)