Suara-ntt.com, Kefamenanu-Proses penanganan laporan dugaan tindak pidana perusakan yang diajukan oleh Pelapor, Petronela Tilis, hingga kini dinilai tidak transparan. Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/43/XII/2024/SPKT/POLSEK NOEMUTI/POLRES TIMOR TENGAH UTARA/POLDA NTT tanggal 24 Desember 2024, Nenek Petronela mengaku belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) maupun Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari pihak penyidik.
“Sampai hari ini, saya tidak pernah terima itu SPDP apalagi SP2HP,” ungkap Nenek Petronela dengan dialek Dawan saat ditemui di rumah salah satu keluarganya di Desa Nai’Ola, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara pada Kamis (16/01/2024).
Menurutnya, alih-alih menerima dokumen resmi dari penyidik, keluarga Terlapor justru mendatangi dirinya dengan maksud berdamai. Namun, Nenek Petronela menegaskan keinginannya agar proses hukum tetap berjalan sesuai aturan.
“Laporan saya biarlah terus diproses hingga mendapatkan kepastian hukum,” tegasnya.
Hak Pelapor yang Belum Terpenuhi
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, SPDP wajib dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan. Selain itu, Pasal 11 ayat (1) huruf a Perkap 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan mengatur bahwa pelapor berhak memperoleh SP2HP untuk mengetahui perkembangan penanganan laporannya.
SP2HP merupakan dokumen penting yang memuat informasi tentang pokok perkara, tindakan yang telah dilakukan penyidik, hasilnya, serta kendala yang dihadapi dalam penyidikan. Pelapor seharusnya menerima SP2HP pertama kali dalam waktu tiga hari setelah laporan polisi dibuat.
Tanggapan Penyidik Belum Diperoleh
Hingga berita ini diturunkan, Agus Bria, yang diketahui sebagai Penyidik Pembantu di Unit Kepolisian Sektor Neomuti, belum dapat dihubungi untuk memberikan tanggapan terkait keluhan ini.
Kasus dugaan perusakan yang dilaporkan oleh Nenek Petronela menunjukkan perlunya peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyidikan. Ketidakpatuhan terhadap aturan pemberian SPDP dan SP2HP tidak hanya melanggar hak pelapor, tetapi juga berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Harapan Keadilan
Nenek Petronela, yang mengaku sebagai orang kampung yang tidak memahami detail hukum, berharap agar pihak kepolisian menjalankan tugasnya secara profesional dan memberikan kepastian hukum atas laporan yang telah diajukannya.
“Kami orang kecil hanya ingin keadilan ditegakkan. Semoga laporan ini diproses sesuai aturan,” tutupnya dengan harapan besar.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan informasi terkait proses hukum yang melibatkan mereka, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.***