PAD Tidak Capai Target, Imbasnya TPP dan Dana Pokir DPRD NTT 2022 Tidak Dibayar

oleh -571 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai memasang target terlalu tinggi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 1 triliun lebih di tahun 2022 lalu.

Dengan melihat PAD yang tidak memenuhi target tersebut maka konsekuensinya empat bulan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi NTT tidak bisa dibayar.

Bahkan imbasnya bukan hanya TPP yang tidak dibayar namun dana Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD Provinsi NTT juga sebagian belum dibayar. Dan informasi yang disampaikan Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT bahwa saat ini uang tidak ada.

“Padahal semua syarat sudah kita penuhi tapi jawaban dari pemerintah provinsi uang tidak ada. Dan ini yang menjadi persoalan juga. Kemudian diperjelas lagi untuk bayar honor tenaga PPPK tahap kedua,”kata  Anggota Komisi III DPRD Provinsi NTT, Paul Nuwa Veto dalam rapat dengar pendapat (RPD) antara Komisi III DPRD Provinsi NTT dengan Bank NTT, Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT serta Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT pada Selasa, 10 Desember 2022.

Kemudian Ketua Komisi III DPRD Provinsi  NTT, Jonas Salean menambahkan hal tersebut disebabkan tingginya target pendapatan daerah, sedangkan tidak ada potensi untuk mencapai target tersebut.

“Kasian ASN yang bergantung pada TPP, sehingga melakukan kredit. Dia mencontohkan banyak mobil ASN yang ditarik dealer, karena tidak mampu bayar,”ungkapnya.

Sementara itu Sekretaris Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT, Okto Tabelak mengatakan, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi NTT masih empat bulan belum dibayarkan, karena terjadi defisit anggaran.

“TPP realisasinya sudah sampai Agustus 2022, sehingga masih empat bulan yang belum terbayarkan,” kata Okto.

Per 31 Desember 2022, menurut dia, telah dilakukan pembayaran dana TPP bagi ASN selama 8 bulan, sehingga tersisa 4 bulan yang belum dibayarkan, dengan realisasi pembayaran Rp 98,6 miliar lebih.

“Total biaya TPP di 33 OPD sebesar Rp 136,7 miliar lebih, sehingga masih tersisa kurang lebih Rp 40 miliar yang belum terbayarkan,” jelasnya.

Setelah mencermati pendapatan daerah, baik melalui PAD, transfer dan lainnya, NTT mengalami kekurangan pembiayaan sebesar Rp 635,3miliar lebih. Sedangkan, PAD terjadi kekurangan biaya sebesar Rp 545,2 miliar.

“Sehingga sesuai mekanisme dan skema pembiayaan, jika pendapatan tidak mencapai target, maka jalur yang ditempuh yakni mengurangi belanja,” jelasnya.

Alur belanjanya, jelas dia, pihaknya bertahan di 60 persen, namun dalam perjalanannya kemampuan keuangan daerah yang rendah, maka diturubkan lagi menjadi 40 persen.

“Hal ini disebabkan pendapatan kita yang tidak mencapai target, sehingga belanja harus dikurangi,” jelasnya. (Hiro Tuames)