Pemilih Tak Mau Dicoklit, Gegara Punya Masa Lalu dan Masalah Tanah dengan Pantarlih

oleh -300 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Ada cerita unik dan aneh yang alami dua Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) di lapangan yakni di Kelurahan Nefonaek dan Kelurahan Fatufeto Kota Kupang.

Gegara mempunyai masa lalu dan masalah tanah dengan pantarlih akhirnya pemilik rumah (pemilih) tidak mau untuk melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit)

Hal itu disampaikan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Kupang sekaligus Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Humas dan Partisipasi Masyarakat, Yunior A. Nange ketika memaparkan materinya dalam Kegiatan Media Gathering ‘Mencermati Pemutakhiran Data Pemilih di Kota Kupang’ di Millenium Hotel Kupang pada, 28 Maret 2023 lalu.

Yunior Nange menceritakan ada pemilih yang berdomisili di Kelurahan Nefonaek tidak mau dicoklit karena mempunyai masa lalu dengan petugas pantarlih. Sementara di Kelurahan Fatufeto masalah tanah.

“Di Kelurahan Nefonaek pemilih tidak mau dicoklit karena mempunyai masa lalu dengan pantarlih. Kalau orang lain datang beta (saya, red) terima tapi dia beta sonde mau,”kata Yunior Nange meniru perkataan pemilih itu.

“Kemudian di Kelurahan Fatufeto juga tidak mau dicoklit. Dan setelah dicek ternyata mereka berdua ada masalah tanah antara pemilik rumah dengan pantarlih. Beta mau dicoklit tapi jangan dia yang datang. Sementara satu TPS hanya satu orang dan tidak bisa jika pantarlih dari TPS lain datang mengambil data,”ungkapnya.

Namun kedua pantarlih tersebut akhirnya dibantu oleh teman-teman pengawas di kecamatan saat berdiskusi dengan PPK dan PPS sehingga mereka yang mendatangi rumah-rumah itu untuk coklit.

Dia membeberkan, sejumlah persoalan yang ditemui pantarlih di lapangan. Hal itu disebabkan kurang pemahaman warga (pemilih) terhadap coklit. Misalkan ada warga yang tidak mau ditempelkan stiker di pintu rumahnya dengan alasan beragam nanti baru ditempel dan lain sebagainya.

Padahal kata dia, stiker tersebut harus ditempel sebagai bukti karena ada super visi dan monitoring dari KPU bersama jajarannya untuk melihat apakah sudah atau belum dicoklit. Kemudian ada juga kepala keluarga tidak mau pantarlih menulis nama pemilih di stiker.

“Ini unik dan aneh pemahaman warga kita. Dan itu membuat pantarlih pusing,”ucapnya. (Hiro Tuames)