Philipus Fernandez
Suara-ntt.com, Kupang-Perhatian Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Kupang begitu tinggi terhadap persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menimpa wartawan Harian Timor Express (TIMEX), Obetnego Y.M. Weni Gerimu.
Ketua Peradi Kota Kupang, Philipus Fernandez mengatakan, pihaknya selama ini mengikuti dengan baik persoalan PHK yang menimpa Obet Gerimu.
Menurut Philip, jurnalis Obet Gerimu secara personal selama ini dinilai telah ikut berkontribusi dan mendukung Peradi Kota Kupang.
“Dengan kapasitasnya sebagai jurnalis yang lama mengelola Rubrik Hukum, Obet dalam kemitraan kami, telah ikut mendukung Peradi dalam sisi pemberitaan terkait berbagai kegiatan dan program Peradi Kupang,” jelas Fery Fernandez di Kupang pada Senin, 30 Agustus 2021 pagi.
Untuk itu, Fery menyatakan Peradi Kupang yang saat ini beranggotakan 300 orang advokat, siap memberikan pendampingan hukum apabila persoalan ini sampai ke rana peradilan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang.
“Yang kami ikuti pada pemberitaan di media massa, kasus ini dalam proses mediasi di Dinas Nakertrans. Kami akan terus ikuti kasus ini, dan kami siap memberikan pendampingan hukum,” tegas Fery.
Sementara, Obet Gerimu yang dikonfirmasi terpisah, mengatakan, dirinya telah mengadukan persoalan PHK yang dialaminya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kota Kupang, dan sudah dilakukan mediasi tahap pertama, dimana para pihak telah dimintai klarifikasi terkait persoalan dimaksud.
“Dalam pertemuan terkait permintaan klarifikasi yang dimediasi oleh mediator Bidang Hubungan Industrial Dinas Nakertrans Kota Kupang pada Rabu (25/8/2021) pagi, saya telah menguraikan secara jelas terkait alasan-alasan saya kenapa tidak melaksanakan penugasan ke Sabu Raijua,” kata Obet Gerimu.
“Keterangan-keterangan saya telah dicatat oleh pihak mediator Nakertrans, yang kemudian memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melakukan bipartit,” lanjut dia.
Secara koperatif dan beretikad baik, Obet mengaku telah menyurati dan bahkan mendatangi pimpinan PT Timor Ekspress Intermedia (TEI) saat diberikan surat tugas, surat panggilan dan surat peringatan, dan hal itu telah dibenarkan juga oleh Direktur PT TEI Haerudin dalam rapat mediasi di Nakertrans.
“Bahkan Haerudin dalam forum tersebut menyatakan akan menerima saya jika ingin bekerja kembali di TIMEX, namun terhadap hal ini saya menolak,” tegas mantan redaktur TIMEX itu.
Sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan, lanjut Obet, seorang karyawan yang sudah di PHK harusnya dibayarkan hak pesangon dan hak-hak lain yang belum gugur, barulah dikontrak baru, jika si pekerja masih ingin bekerja/dipekerjakan kembali.
“Saat ini saya menunggu saja jika diundang pimpinan PT Timor Ekspress Intermedia untuk melakukan bipartit dimaksud,” tandas dia.
Dalam forum kemarin juga, Obet mengaku mediator telah menyampaikan bahwa pihak Nakertrans telah menghitung hak-hak pesangon sesuai Pasal 52, berdasarkan SP1, SP2 dan SP3 yang diberikan PT TEI.
Penghitungan ini dibuat pihak Nakertrans setelah Obet berkonsultasi ke Bidang Hubungan Industrial Nakertrans.
Masih menurut Obet, mediator juga menegaskan soal penghitungan masa kerja, dimana masa kerja dirinya dihitung sejak dia diberikan obyek kerja dan menerima upah dari PT TEI, dengan demikian tidak bisa dihitung dari waktu diterbitkan SK sebagai karyawan tetap/organik.
Sebelumnya, Obet Gerimu secara resmi mengadukan persoalan ini ke Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang pada Senin (16/8/2021).
Pengaduan ini tertuang dalam surat resmi
Nomor: 001/SP/VIII/2021 dengan perihal pengaduan yang diserahkan sendiri Obet kepada petugas pada Sekretariat Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang.
Dalam surat yang ditujukan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang itu, Obet menjelaskan bahwa dirinya telah diberikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT Timor Ekspress Intermedia yang adalah perusahaan penerbit Harian Pagi Timor Express.
Surat PHK dengan Nomor: 034/TEI-DIR/VII/2021 yang diberikan kepada Obet Gerimu diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2021.
“Terhadap surat PHK tersebut, dengan berat hati saya akhirnya menerima. Namun hingga saat ini hak-hak saya sebagai karyawan yang di PHK sesuai Undang-Undang yang berlaku belum juga diberikan,” beber Obet dalam surat pengaduan tersebut.
“Saya juga sudah dua kali berkonsultasi ke Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang, dan oleh pegawai pada Bidang Hubungan Industrial telah menghitung hak-hak sesuai Undang-Undang Cipta Kerja Jo PP 35/2021 Pasal 52 Ayat 1, dan selanjutnya dari hasil hitungan itu saya kemudian menyampaikan kepada manajemen PT Timor Ekspress Intermedia, namun hingga saat ini belum dipenuhi,” urai Obet yang juga Ketua Divisi Ketenagakerjaan AJI Kota Kupang itu.
Obet juga sampaikan juga bahwa awalnya dia hendak diberikan uang sejumlah Rp 3.400.000 yang merupakan total dari Cuti yang belum diambil: Rp 1.200.000 dan Gaji yang belum diambil: Rp 2.200.000.
Terhadap hal tersebut Obet menolak, karena dirinya merasa seolah-olah disebutkan sebagai karyawan yang mengundurkan diri, padahal secara jelas dia di PHK.
“Setelah menyampaikan hasil penghitungan Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang, manajemen kembali menawarkan untuk membayar hak saya sebesar Rp 7.000.000, dengan alasan kondisi keuangan perusahaan kurang baik, namun tawaran ini juga saya tolak,” ungkap Obet.
“Saya tetap mengacu pada hasil penghitungan Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang, bahwa sebagai karyawan dengan masa kerja 10 tahun, 6 bulan, 27 hari, hak-hak saya sebagai karyawan yang di PHK dengan gaji terakhir Rp 2.200.000 adalah (1) Uang Pesangon: 9 x Rp 2.200.000 = Rp 19.800.000; (2) Uang Perhargaan Masa Kerja: 4 x Rp 2.200.000 = Rp 8.800.000; (3) Uang Penggantian Hak: 5/25 x Rp 2.200.000= Rp 440.000; (4) Uang biaya pemulangan pekerja/buruh ke keluarga/tempat asal tidak ada, karena saya berdomisili di Kota Kupang,” jelas Obet dalam suratnya.
Terkait item Uang Pesangon, lanjut Obet, sesuai ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja, dipotong setengah karena sebelum di PHK saya telah diberikan Surat Peringatan (SP) sebanyak tiga kali, sehingga Rp 19.800.000 x 0,5 =Rp 9.900.000.
“Dengan demikian total hak saya yang harus dibayar oleh PT Timor Ekspress Intermedia adalah sebesar Rp 19.140.000,” tandas Obet Gerimu.
Terhadap persoalan ini, melalui surat itu, Obet memohon kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang untuk membantu memediasi, sehingga hak-hak nya sebagai karyawan yang di PHK, apalagi saat masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini, dapat segera terpenuhi.
Surat pengaduan ini juga ditembuskan kepada Direktur Utama PT Timor Ekspress Intermedia, Direktur PT Timor Ekspress Intermedia, Wakil Komisaris PT Timor Ekspress Intermedia dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang. (HT)