Pernyataan Dirut Bank NTT Dinilai Lecehkan Lembaga DPRD

oleh -137 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Pernyataan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho dinilai melukai dan melecehkan lembaga DPRD Provinsi NTT.

Pasalnya Dirut Alex Riwu Kaho mengatakan, pandangan umum Fraksi PKB dan Golkar dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu soal investasi pembelian Medium Tem Notes (MTN) sebesar Rp 50 miliar dari PT. SNP tahun 2018 dan menjadi temuan BPK Perwakilan NTT tahun 2020 merupakan informasi tidak benar.

Hal ini menjadi masalah baru dikalangan DPRD Provinsi NTT. Dan membuat Juru Bicara sekaligus Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD) Provinsi NTT, Yohanes Rumat naik pitam.

Menanggapi hal itu, Yohanes Rumat tegaskan bahwa pernyataan Direktur Bank NTT, Alex Riwu Kaho yang menyatakan bahwa pandangan umum Fraksi PKB dan Golkar DPRD NTT pada sidang paripurna merupakan informasi yang tidak benar dan merupakan hal yang tendensius.

“Saya rasa pernyataan Dirut Bank NTT terkait ketidakbenaran informasi pandangan Fraksi PKB dan Fraksi Golkar pada saat paripurna, kami beranggapan bahwa itu hal yang sifatnya tendensius. Karena hak jawab boleh saja dia sampaikan,” kata Ans Rumat kepada wartawan di ruang Fraksi PKB DPRD Provinsi NTT, Rabu (17/11/2021).

Sekertaris Komisi V DPRD NTT itu menegaskan apa yang yang disampaikan oleh Dirut Riwu Kaho itu melecehkan lembaga DPRD. dan apa yang disampaikan oleh Fraksi PKB dan Fraksi Golkar itu representasi dari kelembagaan melalui fraksi-fraksi di DPRD.

“Jadi, bukan suara juru bicara saja, tetapi itu pandangan resmi. Secara politik kami memiliki data yang akurat. Harus kami jalani, harus kami tepati keinginan masyarakat, maka saluran-saluran yang membuat masyarakat bingung soal Bank NTT itu secara politik itu ada di kedewanan dan ada di DPRD melalui fraksi-fraksi,” tegasnya.

“Saya kira itu sangat berlebihan. Karena kami memiliki data, memiliki informasi yang akurat yang bisa dipertanggungjawabkan,”tambahnya.

Tak hanya merasa dilecehkan, pihaknya juga merasa kecewa atas pernyataan Dirut Bank NTT karena tidak menghargai niat baik DPRD untuk memperbaiki seluruh manajemen yang sudah salah.

“Soal nanti secara hukum itu pengadilan punya urusan. Kami tidak ikut campur. Tapi biarkan kami untuk melakukan pengawasan,”bebernya.

Karena itu, ia mendorong penegak hukum dalam hal ini kejaksaan benar-benar melihat persoalan ini secara rill.

“Oleh karena itu, Rp 50 miliar yang dianggap sekarang ini dana yang patut diduga pemberian kreditnya salah prosedur, cacat prosedur, maka ini yang Bank NTT harus pikir kembali “ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho menilai apa yang disampaikan dalam pandangan umum fraksi DPRD NTT pada sidang paripurna merupakan informasi yang tidak benar.

“Kita sudah clearkan semua, karena itu informasi yang tidak benar,” kata Alex kepada wartawan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengam Komisi III DPRD NTT, Senin, 15 November 2021.

Sejumlah fraksi di DPRD Provinsi NTT dalam pemandangan umum fraksinya mempertanyakan sejumlah persoalan di Bank NTT, seperti Dana MTN Rp 50 miliar, dan kredit macet Rp130 miliar.

Diantaranya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Golkar yang mengungkapkan dalam hasil pemeriksaan 3.11 PT. Bank NTT pada tahun 2018 melakukan penempatan dana dalam bentuk Medium Term Notes (MTN) PT.  SNP senilai 50.000.000.000, (Lima Puluh Milard Rupiah) dengan jangka waktu 24 Bulan dan kupon 10.50 persen merugikan PT.  Bank NTT.

Investasi pembelian Medium Tem Notes (MTN) tersebut dinilai dilakukan tanpa due diligence dan hanya berpedoman pada mekanisme penempatan dana antara Bank, karena Bank NTT belum memiliki pedoman pada mekanisme penempatan terkait prosedur dan batasan nilai pembelian Medium Term Notes (MTN) dan pembelian Medium  Term Notes (MTN) tidak termasuk dalam rencana bisnis PT.  Bank NTT tahun 2018. Dengan demikian akan terjadi gagal bayar yang berpotensi merugikan PT.  Bank NTT.

Selain itu mereka juga meminta perhatian Gubernur terhadap adanya kredit take over PT Budimas Pundinusa yang statusnya kini macet total (collect 5) sebesar Rp130 miliar yang proses persetujuan dan penemuannya (April 2019) dilakukan tidak pruden dan terindikasi melawan hukum.(HT)