Presiden Jokowi: Bodoh Sekali Kita Beli Produk Impor

oleh -167 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Presiden Joko Widodo dengan tegas mengingatkan para menteri dan pimpinan lembaga serta para kepala daerah agar mengoptimalkan pemanfaatan APBN dan APBD untuk belanja produk dalam negeri (PDN). Dan bodoh sekali jika membeli produk impor.

Karena menurutnya jika belanja pemerintah baik itu APBN maupun APBD itu memiliki tiga hal penting yakni menciptakan nilai tambah pada negara, bisa membangkitkan pertumbuhan ekonomi dan efisien.

“Jangan sampai kita ini memiliki APBN 2.714,2 triliun rupiah, memiliki APBD 1.197, triliun rupiah, belinya produk impor. Bukan produk dalam negeri. Sedih. Ini uang rakyat, uang yang dikumpulkan dari pajak dengan cara tidak mudah, kemudian belanjanya, belanja produk impor. Bodoh sekali kita. Maaf, kita ini pintar-pintar tapi kalau caranya begitu, bodoh sekali. Saya harus omong apa adanya. Nilai tambahnya yang dapat negara lain, lapangan kerja yang dapat orang lain, apa nggak bodoh kita ini ,” tegas Presiden Joko Widodo dalam secara virtual Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern (Wasin) Tahun 2022 pada Selasa, 14 Juni 2022.

Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi mengikuti secara virtual Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) itu di ruang Rapat Gubernur dan rakornas tersebut dilaksanakan secara hibrida yakni luar jaringan (luring) atau offline dan daring (dalam jaringan).

Rakornas yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dengan tema ‘Kawal Produk Dalam Negeri untuk Bangsa Mandiri’ dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo secara luring dari istana Negara Jakarta dengan dihadiri beberapa Menteri di antaranya Menko Kemaritiman dan Investasi, Menteri Sekretaris Kabinet,Menteri Dalam Negeri, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Koperasi dan UMKM, dan pejabat tinggi lainnya. Sementara para Menteri lainnnya, Ketua KPK, Kapolri, Panglima TNI, pemimpin lembaga negara, para Gubernur/Wakil Gubernur dan Bupati/Wali Kota se-Indonesia mengikuti secara virtual.

Presiden meminta perhatian secara khusus dari BPKP dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk mengawal serius program ini dan harus berhasil. Tidak boleh lagi ada alasan spek, kualitas tidak baik ataupun soal harga. Sekitar 842 produk impor yang masih ada dalam e-katalog (nasional, red) namun sudah diproduksi dalam negeri, harus dicoret.

“Inilah tugasnya BPKP dan APIP. Saya senang kita sudah ada kemajuan dalam beberapa bulan ini. Sebelumnya, dari 514 kabupaten/kota dan 34 Provinsi, baru ada 46 pemda (pemerintah daerah,red) yang punya e-katalog lokal. Sekarang ini sudah naik, sudah ada 123 pemerintah daerah yang punya e-katalog lokal. Naiknya cepat, ini pasti karena dikejar BPKP. Awasi betul agar semua kabupaten/kota dan Provinsi memiliki e-katalog lokal, sehingga produk-produk lokal masuk semuanya. Dengan itu, nilai tambah dan lapangan kerja ada (tercipta,red) dalam negeri sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kita,” kata Jokowi

Menurut Presiden Jokowi, cara-cara seperti ini dapat mendorong terciptanya investasi. Karenanya, BPKP harus melakukan pengawalan secara ketat terhadap hal tersebut dan melakukan sinergi dengan pihak-pihak terkait.

“Saya minta untuk terus kawal hal ini secara konsisten. Jaga kepatuhan Kementerian, Lembaga, Pemda, BUMN dan BUMD agar memenuhi target belanja produk dalam negeri.Berikan sanksi yang tegas untuk ini. BPKP harus mensinergikan upaya ini, kawal semua APIP di daerah dan unit-unit lainnya untuk menjalankan program belanja produk dalam negeri untuk kebangkitan ekonomi dalam negeri,” tutup Presiden Joko Widodo.

Sementara itu, Kepala BPKP RI, Muhammad Yusuf Ateh dalam kesempatan tersebut mengatakan pengawasan internal telah dilakukan secara intensif untuk mengawal disiplin prioritas belanja pemerintah untuk belanja produk dalam negeri. Terbitnya Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, telah mendorong pertumbuhan produk lokal di e-katalog. Pada minggu ketiga bulan Mei 2022 produk lokal telah mendominasi produk tayang di e-katalog nasional meskipun secara transaksi produk impor masih lebih tinggi.

“Sampai kemarin 13 Juni 2022, produk dalam negeri yang tayang di e-katalog dan transaksinya telah mampu menyaingi produk impor untuk pertama kalinya. Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN juga telah berkomitmen agar belanja produk dalam negeri sebesar 720, 88 triliun rupiah. Realisasi belanja produk dalam negeri telah 180,72 triliun atau 45,18 persen dari target 400 triliun rupiah,” jelas Muhammad Yusuf Ateh.

Wagub NTT, Josef Nae Soi yang ditemui usai kegiatan tersebut menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi NTT untuk melaksanakan instruksi dari Presiden Jokowi.

“Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota se-NTT siap melaksanakan instruksi presiden dengan segera untuk pemanfaatan produk lokal ini. Terkait e-katalog lokal, saya minta kepada pemerintah kabupaten/kota untuk segera mengadakannya. Tidak ada alasan lagi, bulan depan e-katalog lokal harus sudah jadi. Saya akan kontrol betul terkait hal ini. Kita sudah dengar arahan dari bapak presiden tentang sanksi tegas pada pemerintah daerah yang belum laksanakan ini. Saya kira pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-NTT tidak akan bandel, hanya ada mekanisme yang harus dipercepat,” jelas Wagub Nae Soi.

Sementara itu Kepala BPKP NTT, Sofyan Antonius mengatakan BPKP NTT siap bekerja sama dengan Biro atau Unit Pengadaan Barang dan Jasa serta inspektorat di seluruh NTT untuk mengawal arahan Presiden Jokowi.

“Memang semua pemerintah daerah sudah jalankan hal ini. Hanya memang perlu ada percepatan-percepatan karena ada beberapa pemerintah daerah yang proses pengadaan barang dan jasanya masih di bawah target dan rendah. Masih ada sekitar 15 kabupaten/kota yang realisasinya di bawah 30 persen. Tapi saya yakin dengan langkah percepatan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, kita yakin NTT akan lebih cepat untuk bisa bergerak dalam hal ini,” jelas Kepala BPKP NTT. (HT)