Suara-ntt.com, Kupang-Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan bakal melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Desa Kesetnana, Kecamatan Molo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk meninjau upaya penanganan stunting di daerah itu.
Hal itu dilakukan terkait menargetkan penurunan angka stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024 mendatang. Untuk mewujudkan target tersebut, Pemerintah Provinsi NTT memberikan perhatian yang sangat serius untuk penanganan masalah stunting tersebut.
“Sesuai dengan agenda yang kami terima dari Sekretariat Negara, Bapak Presiden akan melakukan kunjungan kerja ke NTT untuk melihat upaya pengendalian stunting di Desa Kesetnana Kecamatan Molo Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kami bersama dengan tim Kementerian/Lembaga terkait mendahului untuk mempersiapkan hal-hal teknis terkait kunjungan ini,” kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dwi Listyawardani saat beraudiens dengan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) di ruang kerjanya pada Rabu, 2 Pebruari 2022.
Menurut informasi dari pihak BKKBN, kunjungan Presiden Joko Widodo ke NTT rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2022 mendatang.
Menanggapi hal ini, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat memberikan apresiasi atas perhatian Presiden terhadap NTT. Pemerintah Provinsi NTT memberikan perhatian yang sangat serius terhadap penanganan masalah stunting.
“Kita sangat serius untuk menurunkan angka stunting ini. Saat kami masuk (dilantik pada tahun 2018, red), angka stunting kami berada pada angka sekitar 35,4 persen dan sekarang turun menjadi 20,9 persen. Namun saya masih belum puas dengan angka tersebut karena koordinasi di lapangan belum berjalan secara optimal,” ungkap Gubernur Viktor.
Menurutnya, dalam mengatasi stunting bukan hanya dilakukan pendekatan satu bidang saja, tetapi harus mencakup berbagai aspek. Dengan demikian, dibutuhkan kerja bersama lintas sektoral.
“Provinsi sangat serius untuk tangani stunting namun semangat ini belum diikuti oleh Kabupaten/Kota. Padahal ujung tombak untuk atasi stunting ada di Desa dan Kecamatan. Bupati harus rajin turun lapangan dan nginap di desa untuk mengetahui hal ini. Kepala Desa harus mengecek siapa yang hamil dan mendata potensi stunting dari anak yang dilahirkan. Ini harus dilaporkan kepada Bupati, kalau tidak langsung ke Gubernur,” jelasnya.
Lebih lanjut kata dia, semua pihak harus bicara tentang stunting untuk menumbuhkan kesadaran tentang hal ini. Mulai dari Gubernur, Bupati, Kepala Dinas, Camat, Kepala Desa, Pendeta, Pastor, Imam Masjid, tokoh masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan mesti mengkampanyekan tentang hal tersebut.
“Saya minta para kader BKKBN untuk memiliki buku saku terkait hal ini. Semua masalah harus dicatat dan dirumuskan bersama lintas sektoral. Kita punya kelor dan makanan-makanan lokal yang bergizi untuk atasi stunting,” jelasnya.
Ditegaskan, kunjungan presiden harus memacu semua pihak di NTT untuk bekerja lebih keras lagi dalam penurunan stunting.
Kerja penanganan stunting ini sebenarnya soal kepedulian.
“Bupati, camat, kepala desa harus sering-sering turun lapangan untuk ajak warga ukur dan timbang. Saya minta kepala BKKBN NTT untuk menggerakan kader secara lebih aktif dalam mendata penderita stunting dan mereka yang berpotensi stunting. Kerja untuk ini tidak boleh kerja biasa, tapi harus extra ordinary. Harus kerja konvergensi. Semua pihak duduk dan rumuskan masalahnya apa dan jalan keluarnya bagaimana. Siapa terlibat apa. Harus selalu ada evaluasi. Kehadiran dan kunjungan Presiden harus bisa mendatangkan perbaikan untuk penurunan stunting,” pungkasnya. (HT)