Site icon Suara NTT

Puluhan Jurnalis di NTT Gelar Aksi Unjuk Rasa Tolak RUU Penyiaran

Suara-ntt.com, Kupang-Puluhan jurnalis (pekerja media) di Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi unjuk rasa menolak rancangan undang-undang (RUU) tentang Penyiaran ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT pada Jumat, 7 Juni 2024.

Mereka dari berbagai organisasi profesi seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTT, Jurnalis Online Indonesia (Join) NTT, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) NTT, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTT, dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) NTT yang tergabung dalam Forum Jurnalis Pengawal Reformasi (FJPR) Nusa Tenggara Timur.

Sebelum menemui Pimpinan DPRD Provinsi NTT, para pekerja media ini melakukan long march dari Pos Polisi El Tari Kupang menuju ke Kantor DPRD NTT.

Masing-masing perwakilan organisasi profesi itu melakukan orasi dan menolak soal RUU tentang Penyiaran yang mana dalam pasal-pasal dan ayat-ayat tertentu pekerja pers dibungkam.

Pada prinsipnya mereka meminta agar kebebasan pers tidak boleh dibungkam karena merupakan salah satu pilar demokrasi di Indonesia.

Saat tiba di Gedung DPRD NTT, mereka diterima oleh sejumlah anggota DPRD NTT,
Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Ana Waha Koli (Fraksi PKB), Yohanes Rumat (Fraksi PKB), Stevanus Komerihi (Fraksi Gerindra), Vinsen Patta (Fraksi PDIP), dan Gonzalo Gonsales (Fraksi Perindo).

Sebelum dialog, Ana Djukana dari AJI Kota Kupang membacakan pernyataan sikap dari FJPR NTT terkait penolakan revisi RUU Penyiaran. Berikut sejumlah poin penolakan RUU Penyiaran di antaranya;

Pertama, ancaman terhadap kebebasan pers: Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 508 huruf c dan pasal 42 ayat 2.

Kedua, Kebebasan Berekspresi Terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.

Ketiga, Kriminalisasi Jurnalis: Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.

Keempat, Independensi Media Terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.

Kelima, Revisi UU Penyiaran Berpotensi Mengancam Keberlangsungan Lapangan Kerja Bagi Pekerja Kreatif: Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya

Oleh karena itu, FJPR NTT yang terdiri dari PWI NTT, AJI Kota Kupang, IJTI NTT, JOIN NTT, AMSI NTT, SMSI NTT dan JMSI NTT menyerukan:

Pertama, DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini.

Kedua, DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Ketiga, memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.

Keempat, menyerukan agar seluruh insan pers, pekerja kreatif dan pegiat media sosial di Jakarta untuk bersiap turun ke jalan melakukan aksi protes ke DPR RI.

Dalam kesempatan itu Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi NTT, Ana Waha Kolin berjanji akan melaporkan pernyataan sikap tersebut ke Ketua DPRD NTT untuk segera ditindaklanjuti.

“Kami sepakat dengan apa yang disampaikan, untuk itu kami akan melaporkan hal ini ke Ketua DPRD NTT untuk tindaklanjuti ke DPR RI,” ujarnya.

Selain melaporkan hal ini kepada Ketua DPRD NTT juga akan berkoordinasi dengan komisi lainnya untuk membahas masalah ini dan diteruskan ke DPR RI karena merekalah yang merancang RUU tentang Penyiaran ini.

“Kami Komisi I DPRD NTT dan komisi lain akan berkoordinasi ke pusat apalagi kami empat dari lima orang ini mempunyai Fraksi di DPR RI kecuali Perindo,”ucapnya. ***

Exit mobile version