Site icon Suara NTT

Reformasi Birokrasi versus Pejabat Korup di NTT

Oleh : Valerius P. Guru

(Kasubag Kepegawaian dan Umum Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT)

Alas Kata

Harus diakui bahwa pelaksanaan program reformasi di bidang birokrasi mengalami ketertinggalan jika dibandingkan dengan reformasi di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Karena itu, hingga detik ini pemerintah kembali menegaskan betapa penting dan mendesaknya penerapan prinsip-prinsip clean government and good governance yang secara universal diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sehingga program utama yang dilakukan pemerintah adalah membangun aparatur sipil negara melalui penerapan reformasi birokrasi. Secara bertahap telah dilaksanakan program reformasi birokrasi di seluruh kementerian dan lembaga sehingga pada tahun 2025 yang akan datang; ditemukan atau terwujudnya profil serta eksistensi birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi.

Kondisi dan Permasalahan

Kondisi reformasi birokrasi di negara ini termasuk di Provinsi NTT masih menemukan sejumlah hal antara lain: penyelenggaraan pemerintahan yang belum baik, belum bersih, belum bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; kualitas pelayanan publik yg belum optimal; kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi yang belum mumpuni; serta profesionalisme SDM aparatur yang belum didukung oleh sistem rekruitmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi, transparan serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan.

Jika kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang belum baik, belum bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme maka masyarakat jangan terlalu banyak berharap untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang sesuai dengan ekspektasi dan dinamika kebutuhan masyarakat saat ini. Dampak ikutannya ialah bangsa ini tidak akan mampu bersaing dalm dinamika global yang semakin kompetitif; karena ketiadaan kualitas SDM aparatur yang profesional, mind set serta culture set yang tidak mencerminkan integritas dan kinerja yang diharapkan.

Lalu muncul pertanyaan reflektif: bagaimana cara mengukur keberhasilan pelaksanaan program reformasi birokrasi? Salah satu cara yang efektif adalah dengan melihat pencapaian sasaran dengan indikator kinerja utama atau key performance indicators, yakni terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

Asumsinya ialah pencapaian sasaran-sasaran tersebut di atas secara bertahap diharapkan dapat menghasilkan governance yang berkualitas. Artinya, semakin baik kualitas governance akan semakin baik pula hasil pembangunan atau development outcomes yang ditandai dengan tidak ada korupsi; tidak ada pelanggaran; APBN dan APBD baik; semua program selesai dengan baik; semua perizinan selesai dengan cepat dan tepat; komunikasi dengan publik baik; penggunaan waktu (jam kerja) efektif dan produktif; penerapan reward dan punishment secara konsisten dan berkelanjutan; hasil pembangunan nyata (propertumbuhan, prolapangan kerja dan propengangguran kemiskinan; artinya menciptakan lapangan pekerjaan, memgurangi kemiskinan, dan memperbaiki kesejahteraan rakyat).

Dua Fakta Kasus di Pemprov NTT

Paling tidak ada dua contoh kasus yang dapat diungkapkan melalui tulisan kali ini. Pertama, jika diikuti dengan seksama melalui pemberitaan media massa pers khususnya media online Koran Timor dengan sangat jelas dan kasat mata menulis bahwa Pemerintah Pusat dalam hal ini Dirjen Perimbangan Kemenkeu RI mentransfer dana bagi hasil pajak rokok dengan nilai sekitar Rp 372 miliar pada tahun anggaran 2020. Namun Badan Keuangan Daerah (BKD) Provinsi NTT dengan tahu dan sadar memotong insentif upah pungut dengan total nilai sekitar Rp 10,2 miliar untuk dibagi-bagika kepada sekitar 130-an oknum pejabat dan staf di lingkup Pemerintah Provinsi NTT (diposting Koran Timor, 16 Oktober 2023).

Kedua, informasi valid dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTT ada pejabat yang dijatuhi sanksi yakni diturunkan pangkat setingkat lebih rendah pada tahun 2021. Mengapa dijatuhi sanksi ? Karena yang bersangkutan melakukan Penyalahgunaan Keuangan Daerah (PKD) selama bertugas di Badan Pendapatan dan Aset Daerah NTT. Untuk itu, Inspektorat Daerah Provinsi NTT memberikan rekomendasi kepada BKD Provinsi NTT untuk menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor Upx.012.I/KEP/16/2021 tanggal 29 Maret 2021 tentang Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah selama 3 (tiga) tahun kepada yang bersangkutan dari Pangkat Pembina Tk.I (IV/b) ke Pangkat Pembina (IV/a); masa berakhir penjatuhan hukuman disiplin tersebut hingga tanggal 1 April 2024.

Karena itu, jika ditelisik atau ditelusuri dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai sebagaimana diatur juga dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Disiplin Pegawai yang dijatuhi Hukuman Disiplin Berat berupa Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah maka jabatannya dapat diisi oleh pejabat lain sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan selesai menjalani hukuman disiplin paling cepat satu tahun baru dapat dilantik dalam jabatan.

Namun aneh bin ajaib pejabat (Marisi Christinova Maria Silalahi.,SE.,MT., – NIP.197304051998032004) yang bersangkutan justru tetap mendapat jabatan yakni dilantik dalam jabatan sebagai Kepala Bidang Pengelolaan Perbatasan Negara; selanjutnya dilantik lagi dalam Jabatan Kepala Bidang Pelaksanaan Kewilayaan dan pada tanggal 24 Agustus 2023 yang lalu pejabat yang korup itu dipromosi sebagai Sekretaris Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi NTT.

Jika para pengambil kebijakan yakni Penjabat Gubernur NTT, Sekretaris Daerah Provinsi NTT, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi NTT dan Inspektorat Daerah Provinsi NTT dengan jeli, membaca, mengerti dan sanggup mengimplementasikan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai maka seorang Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalani hukuman, apalagi hukuman berat tidak diperkenankan untuk dilantik dalam jabatan apalagi mendapatkan promosi jabatan. Apakah Pemerintah Provinsi NTT kekurangan sumber daya aparatur yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme ?

Hal lain yang perlu diketahui Penjabat Gubernur NTT, Sekretaris Daerah Provinsi NTT, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi NTT dan Inspektorat Daerah Provinsi NTT;  bahwa saat ini (pejabat yang korup ini) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dana Dekonsentrasi Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementrian Dalam Negeri RI TA 2023 Satker Bappelitbangda Provinsi NTT yang diperuntukan bagi Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT. Publik di daerah ini pun tahu bahwa Kasatker adalah suami dari pejabat yang bersangkutan. Selanjutnya, bendahara yang mengelola dana tersebut diambil dari ASN di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT. Sekali lagi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan hal ini sebenarnya aneh tapi nyata ada di Badan Perbatasan Daerah Provinsi NTT.

Akhirnya seorang sahabat mengirimkan pesan yang berbunyi: cara terbaik menolong dirimu adalah dengan menolong orang lain lebih dulu. Meski pada saat yang sama; harus diakui bahwa membantu/menolong satu orang mungkin tidak mengubah dunia. Tetapi itu mungkin bisa mengubah dunia satu orang. Nah, di tikungan ini, penulis terinspirasi Injil Matius 5: 37; Jika ya, hendaklah kamu katakan : ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan : tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat. ****

 

Exit mobile version