Oleh : Verry Guru (ASN Pemprov NTT)
Perhelatan politik lima tahunan berakhir sudah. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi NTT pada Minggu, 8 Desember 2024 telah menetapkan pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2024-2029. Ada yang menarik. Saksi pasangan calon 01 yakni Ansy-Jane dan pasangan 03 yakni Simon Petrus Kamlasi dan Andre Garu menerima hasil tersebut dan tidak mengajukan keberatan. Nampak ada semacam sikap sportivitas politik di antara pasangan 01 dan pasangan 03. Kita tentu patut memberikan apresiasi.
Lalu muncul pertanyaan sederhana apakah masyarakat NTT masih ingat janji-janji kampanye para kandidat khususnya pasangan 02: Melki-Johni ? Mungkin saja ada yang masih ingat. Namun sebagian yang lain tentu masih larut dalam euforia kemenangan pasangan yang terkenal dengan tagline Ayo Bangun NTT.
Paling tidak ada 10 Program Prioritas Ayo Bangun NTT. Pertama, dari ladang dan laut ke pasar: efisien, modern, dan aman.Artinya: membangun rantai pasok efisien dengan teknologi terbaru dari produksi hingga distribusi (hilirisasi) untuk hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan serta memberikan perlindungan asuransi bagi sektor pertanian dan kelautan.
Kedua, milenial dan perempuan motor kreativitas lokal. Artinya: memberdayakan generasi muda dan perempuan melalui balai pelatihan dan kampanye pemuda untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif dan meningkatkan nilai jual produk lokal. Ketiga, wisata NTT, penggerak ekonomi lokal. Artinya: memperkuat ekowisata dan wisata budaya berbasis komunitas sebagai penggerak ekonomi lokal, menampilkan jati diri dan pesona NTT kepada dunia. Keempat, sejahtera bersama: jaminan ksehatan dan ketenagakerjaan untuk masyarakat. Artinya: memastikan seluruh rakyat NTT sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan, dan seluruh pekerja terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Kelima, Posyandu tangguh, masyarakat sehat dan bebas stunting. Artinya: menjadikan posyandu sebagai pos komando pemberantasan stunting dan pusat layanan kesehatan dasar. Keenam, sekolah vokasi unggulan berbasis potensi daerah. Artinya: membangun sekolah vokasi unggulan berbasis potensi daerah, mencetak generasi siap kerja. Ketujuh, jalan, air, listrik, rumah layak huni: mewujudkan NTT yang sejahtera. Artinya: membangun infratruktur dengan partisipasi bersama, penerapan infrastruktur hijau dan biru (green and blue infrastructure) serta pertimbangan resiliensi bencana dan perubahan iklim.
Kedelapan, pendapatan daerah naik, pelayanan publik dan kesejateraan ASN terjamin. Artinya: meningkatkan sumber pendapatan daerah dan alokasi belanja pegawai untuk meningkatkan kesejahteraan ASN dan pelayanan publik bagi rakyat. Kesembilan, membangun NTT digital: akses merata, komunikasi lancar. Artinya: memperluas infrastruktur digital untuk akses internet merata, komunikasi lancar, dan optimalisasi pembelajaran formal-non formasi. Kesepuluh, ayo bangun NTT, kolaborasi bersama. Artinya: mengajak seluruh keluarga besar NTT untuk bersatu membangun daerah yang lebih sehat, pintar, maju, dan sejahtera.
Setelah menebar dan menabur janji seperti yang diungkapkan pasangan Melki-Johni itu, kini masyarakat di Provinsi NTT; meski disibukan dengan rutinitas kesehariannya, tetapi mereka tetap berharap-harap cemas agar janji-janji yang telah dilontarkan itu dapat diwujud-nyatakan setelah paket ini dilantik pada Februari 2025. Jika aneka janji yang telah dilontarkan itu sekadar sebagai pemanis bibir dan hanya untuk menyenangkan hati masyarakat di daerah ini maka secara perlahan namun pasti kualitas kepercayaan atau trust masyarakat terhadap pasangan Melki-Johni bakal pupus di tengah jalan. Dan ketika masyarakat kecewa maka popularitas dan populisme anda berdua (Melki-Johni) pun akan hilang bersama perginya sang waktu. Tentu hal ini tidak diinginkan bukan…?
Sepintas nampak jelas di dalam diri pasangan Melki-Johni ada kejujuran, keikhlasan, kerendahan hati, dan sikap untuk bekerja keras dalam membangun dan mensejahterakan masyarakat. Hal-hal ini sesungguhnya merupakan sari pati dari apa yang sering kali diucapkan banyak orang yakni moralitas. Moralitas merupakan dasar yang kokoh dari sebuah kepemimpinan.
Mengapa? Karena moralitas adalah kualitas pribadi seseorang yang ditandai oleh kejujuran, keadilan, keberanian memperjuangkan yang benar, kesadaran akan kewajiban dan tanggungjawab serta penghormatan terhadap martabat luhur manusia. Moralitas juga ditandai oleh sikap adil. Artinya, sikap yang mengakui keberadaan orang lain, yang tidak memanipulasi orang lain demi kepentingan diri sendiri.
Seorang pemimpin yang memiliki kadar moralitas yang tinggi adalah seorang yang memungkinkan semua orang lain berkembang dan tidak terlalu dikungkungi oleh perasaan tidak bebas. Ukuran keberhasilan seorang pemimpin adalah kesanggupan mereka yang dipimpinnya untuk menyatakan pendapatnya. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menyadari bahwa setiap orang harus menjadi penguasa pertama atas dirinya. Semakin lama dia memimpin, semakin menjadi jelas bahwa semakin kecil pula perannya, karena semakin banyak hal sudah disadari dan diambil alih oleh para bawahannya.
Idealitas sang pemimpin yang bermoral terkadang tidak seperti yang diharapkan atau diinginkan. Mochtar Lubis yang dikenal sebagai seorang kritikus dan wartawan senior; saat memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977 silam dan isi ceramah itu dibukukan dalam bukunya yang terkenal berjudul Manusia Indonesia : Sebuah Pertanggungjawaban, melansir paling tidak ada enam ciri manusia Indonesia yang masih sangat relevan hingga saat ini.
Ciri manusia Indonesia ini juga termasuk dalam ciri para pemimpin atau pejabat yang ada di di republik ini termasuk yang ada di Provinsi NTT ini. Pertama, ciri manusia Indonesia yang sangat menonjol adalah hipokritis alias munafik. Berpura-pura, lain di muka lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendaki, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
Kedua, ciri utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya dan sebagainya. Ketiga, jiwa feodalnya. Keempat, manusia Indonesia masih percaya takhyul. Kelima, cirinya yang artistik. Dan ciri keenam, manusia Indonesia memiliki watak yang lemah. Karakter yang kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk “survive” bersedia mengubah keyakinannya.
Nada kritikan Mochtar Lubis seperti di atas; mengingatkan penulis terhadap mendiang Gubernur NTT periode 1998-2008, Piet A. Tallo, SH. Dia mensinyalir paling tidak ada empat jenis atau tipe serta wajah birokrat (termasuk para pejabat) di lingkup Pemprov NTT. Pertama, kelompok sanguistik (kelompok orang yang senang tampil spontan). Kedua, kelompok melankolis (kelompok yang selalu bekerja setia, tekun, penuh pikiran). Ketiga, kelompok collerist (kelompok yang suka berpetualangan, serba mau cepat, mau cepat jadi tapi tidak pernah aman, senang memindahkan persoalan kepada orang lain alias manajemen Pilatus atau manajemen cuci tangan) dan keempat, kelompok pragmatis (kelompok yang sabar dan selalu mau suasana yang baik).
Di titik ini tentunya kita semua sebagai warga masyarakat di Provnsi NTT berharap agar kualitas kepemimpinan yang dimiliki paket Melki-Johni dan sejumlah rencana besar yang akan dilakukan dalam masa kepemimpinan mereka berdua dapat didukung dengan kepercayaan serta aneka kritik-konstruktif-humanis yang memungkinkan keduanya dapat bekerja sama dan bekerja lebih keras lagi. Sebab secara historis dan filosofis, kehadiran suatu pemerintahan merupakan produk dari kesepakatan sosial (social contract) dengan tujuan untuk mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang mandiri, sejahtera dan taat azaz. Karena itu, hakikat kehadiran suatu pemerintahan di tengah-tengah masyarakat adalah untuk melayani dan berbuat baik dalam memenuhi berbagai kebutuhan rakyat baik layanan public maupun layanan civil. Artinya bahwa terbentuknya suatu pemerintahan, bukanlah untuk melayani dirinya akan tetapi untuk melayani (service), memberdayakan (empowering) dan membangun (develop) masyarakatnya.
Dalam konstelasi yang demikian, maka suatu pemerintahan akan bermakna dan dipercaya oleh masyarakatnya, manakala ia (pemerintah) secara dini menyediakan dan mendistribusikan berbagai alat pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan adil dan tepat pada waktunya. Dalam konteks yang lebih elegant, pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang secara dini mencermati dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (sensitif) dan secara dini pula memenuhinya sebelum masyarakat memintanya (responsif). Itulah konsekuensi dari sebuah janji yang telah diucapkan dalam masa-masa berkampanye waktu lalu.
Artikel yang sederhana ini, tidak lain hanyalah sebuah catatan pinggiran dari seorang ASN yang juga warga masyarakat di Provinsi NTT yang mendambakan ketepatan dan konsistensi dari pemimpinnya. Benarlah apa yang tertulis di dalam Kitab Amsal 10:19-21. “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya. Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena kurang akal budi.” (***)