Site icon Suara NTT

Spiritualitas Bisnis, Kontributor Sejahtera

Oleh Eddy Ngganggus

Suara-ntt.com, Kupang-Diksi spiritualitas dalam pikiran saya ini tidak mengarah pada soal rohani, tetapi juga soal jiwa , bathin mereka yang terlibat dalam bisnis. Ini bukan soal teologis, atau keyakinan iman tertentu ,tetapi soal batin yang menimbang baik buruk & benar salah dalam berbisnis  .

Penyematan kata bisnis di belakangnya seperti judul tulisan ini memaksudkan integrasi nilai kebathinan yang luhur dalam praktek bisnis untuk menjaga “kesucian” tujuan bisnis yakni mensejahterakan bukan saja bagi para pebisnis yang terlibat di dalam transaksi mereka, tetapi juga hendaknya berimplikasi baik buat orang lain di sekitarnya. Spiritualitas di maksud adalah semangat menyertakan nilai keutamaan didalam kerjasama antara sesama pebisnis. Adapun nilai keutamaan itu diantaranya adalah keadilan sebagai salah satu alat pandu dalam bisnis

Panduan yang di harapkan adalah agar keputusan transaksi bisnis tidak hanya merujuk pada panduan yuridis semata tetapi juga pada panduan etis. Pembeda keduanya adalah pada ada tidaknya sikap bathin yang dipertimbangkan dalam bertransaksi. Sikap bathin yang dimaksudkan adalah soal rasa adil bagi semua . Berbisnis selalu berisi kompetisi atau persaingan yang ketat yang menyebabkan yang kuat menang dan yang lemah kalah. Mengapa tidak synergi atau kerja sama ? Semangat sekuler sangat rentan dalam “KOPMPETISI” bisnis. Ini yang perlu diperhalus , dengan apa ? dengan semangat “KERJA SAMA” atau synergi antara para pebisnisnya.

Perlu di rumuskan kembali arti berbisnis . Orientasi untung yang sebesar-besarnya tidak salah, namun untung yang diperoleh yang sebesar-besarnya itu serampak saat yang bersamaan ia adil untuk semua , bukan hanya untuk satu orang atau satu kelompok saja. Makna adil jangan  sampai disempitkan dengan pmahaman sama rata , sama rasa. Adil yang dimaksud adalah meletakan keuntungan bisnis secara proporsional sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan. Keadilan seperti ini menjadi orientasi utama dalam bisnis. Dimana keadilan itu bermula ? di saat nurani melibatkan dirinya dalam putusan bisnis. Nurani adalah badan peradilan yang putusannya tidak bisa di banding, berbeda dengan rasio pikiran yang selalu menimbang kalkulasi untung rugi . Putusan untung rugi yang mudah rapuh oleh protes bahkan amarah mereka yang merasa dirugikan karena tidak adil .

“ Nurani adalah badan peradilan yang putusannya tidak bisa di banding “

Keadilan harus menjadi “iman” dari para pebisnis. Keadilan bukan hanya deretan huruf yang dirujuk dari undang-undang , tetapi dalam bathin atau nurani mereka yang menjalankan bisnis. Karena tidak jarang para pebsinis yang membenarkan tidakannya atas nama keadailan yang dirujuk melalui pasal, ayat dalam undang-undang yang tertulis, sementara saat yang bersamaan ia melanggar etika, yang merupakan aturan tidak tertulis namun hidup dan berkembang di masyarakat yang justru lebih banyak dirujuk mereka sehingga sosialitas mereka lebih teratur dan beradab. Aspek yudisial yang mengabaikan aspek etik dari undang-udang seperti ini justru menimbulkan crowdit di kalangan pebisnis . Keadilan akan menjadi sukar di peroleh bila terlalu menonjolkan aspek yudisal namun mengabaikan aspek etik dari hukum itu.  Bisnis yang berspiritual adalah bisnis yang bisa mendatangkan kegunaan atau manfaat bagi kebaikan banyak orang, bukan hanya soal kebenaran obyektif seperti kesesuian sikap dan tindakan dengan pasal ayat dalam aturan yudisial yang tertulis saja.

Laba sebesar-besarnya tetap menjadi tujuan  bisnis, tetapi pastikan keadailan adalah instrumennya. Maka saat itulah spiritualitas bisnis yang di gaungkan telah menjadi kontributor  kebaikan bagi semua. Marilah jujur dalam berbisnis jangan berpura-pura, karena keadilan yang terburuk adalah keadilan yang pura-pura. *****

 

Exit mobile version