Terbentur Ego dan Kepentingan, Kerja Kolaboratif Bagi Orang Timor Masih Sangat Sulit

oleh -1229 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Tak bisa dipungkiri karena terbentur ego dan kepentingan, kerja kolaboratif bagi orang Timor masih sangat sulit ditemui.

“Kita di Pulau Timor ini belum semua terpanggil untuk bekerja secara sungguh-sungguh dalam memajukan pulau ini. Mungkin satu dua orang sudah memulai dengan kerja-kerja inovatif dan kolaboratif. Tetapi saya bersyukur semangat sudah ada, tetapi untuk mau bekerja kolaborasi ini yang masih sulit ditemui. Karena masing-masing dengan ego dan kepentingannya. Nah ini yang mesti dirubah. Mental Block kita harus bisa dirubah, kalau tidak maka saudara-saudara kita di Sumba dan di Flores sudah maju. Kita di Timor masih saja tertinggal. Oleh sebab itu, dengan terbentuknya kelompok kecil ini yang dipelopori oleh beberapa Pendeta, Pengusaha dan Jemaat GMIT yang konsen dengan pemberdayaan dan kemandirian ekonomi jemaat/masyarakat, harus menjadi kelompok yang cerdas dan militan,”kata Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat saat menerima Komunitas Tani Ternak Sejahtera GMIT, yang dipimpin oleh Pdt. Jefry Watileo dengan para anggotanya, Pdt. Vensen Siar, Pdt. Jehezkiel Pinat yang adalah Ketua Majelis Klasis Fatuleu Timur, Pdt. Erik Maufa yang juga Ketua Majelis Jemaat GMIT Ebenhaezer Noekasmuti Klasis Amarasi Barat, Pdt. Viktor Toto yang juga sebagai Ketua Majelis Jemaat GMIT Efrata Siumate Klasis Fatuleu Barat, Pdt. Boy Nggaluama yang juga adalah Ketua Majelis Jemaat GMIT Betesda Oeteta Klasis Sulamu, dan Diaken GMIT Jemaat Benyamin Oebufu Ivan Rondo di Ruang Kerja Gubernur NTT pada Jumat, 31 Maret 2023.

“Kita bekerja harus benar-benar dengan nurani yang sungguh-sungguh untuk mengelola semua potensi di NTT, khususnya yang ada di Pulau Timor ini, agar seluruh masyarakat di pulau ini juga dapat segera keluar dari berbagai belenggu kemiskinan yang masih melilit masyarakatnya. Nah itu juga menjadi bagian utama dari tanggung jawab besar yang diemban oleh Komunitas Tani Ternak Sejahtera GMIT,”ungkapnya.

Dia mengatakan, persoalan terbesar di NTT adalah mental block masyarakat yang harus cepat dirubah. Oleh karena itu pekerjaan untuk mengajarkan dan mencerdaskan masyarakat NTT dibutuhkan kerja keras yang kolaboratif. Dan untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan energi yang besar dan butuh sebuah proses yang besar.

Dikatakan, setiap anggota yang terlibat dalam Komunitas Tani Ternak Sejahtera GMIT harus memiliki kecerdasan, keberanian dan kepedulian yang tinggi untuk bekerja dengan siapa saja, tidak saja dengan pemerintah, tetapi dengan semua yang merasa terpanggil dan bertanggung jawab penuh menjadi mandataris Allah.

“Komunitas ini, tidak hanya sekedar nama saja, dengan sejumlah konsep yang bagus. Tetapi lebih dari itu, komunitas ini harus punya intelektualitas yang tinggi, berani untuk melaksanakan setiap program kerjanya, dan harus punya kepedulian tinggi untuk menolong sesama yang memang benar-benar harus ditolong. Ingatlah bahwa misi Yesus datang ke dunia ini adalah menyelamatkan seluruh isi dunia ini, misi Damai Sejahtera yang diproklamirkan oleh Tuhan Yesus saat Ia datang dan saat Ia kembali ke Rumah Bapanya, yaitu Damai Sejahtera harus menjadi aganda utama dari komunitas ini untuk diwujudkan melalui kerja kolaborasi,”jelasnya.

Menurutnya Tuhan Yesus telah menjadi Juru Selamat, maka setiap orang harus bisa menjadi Juru Selamat lewat peran dan kontibusinya bagi sesama serta ikut memandirikan mereka.

“Pemerintah dan Gereja harus bisa bekerja keras dan bekerja sama untuk bisa merubah mental block dari setiap masyarakat. Karena tugas menjadi Juru Selamat juga menjadi tugas kita semua agar damai sejahtera memenuhi dunia ini, termasuk di Pulau Timor ini. Karena bekerja keras menolong orang miskin itu butuh 8 kali energi maksimal, kenapa? Karena memang kita tertinggal, padahal kita punya sumber daya yang sangat besar di Pulau Timor, tetapi para pemimpinnya masih acuh tak acuh dalam bekerja,” bebernya.

“Saya berani sampaikan ini, karena memang saya sering tidur di desa-desa, dan mau menyatu dengan mereka, nah inilah kecerdasan, kepedulian, dan keberanian yang harus kita bangun bersama dalam bekerja keras, agar pulau ini cepat maju,”tambahnya.

Lebih lanjut kata dia, bagi orang Timor budaya menanam itu adalah hal yang biasa. Tetapi menanam dengan pola yang benar ini yang belum biasa.

“Peran besar dari Komunitas Tani Ternak Sejahtera GMIT ini sangatlah dibutuhkan untuk dapat menjadi pionir perubahan hal-hal baru dan modern bagi masyarakat yang adalah juga sebagai Warga GMIT, khususnya yang ada di Pulau Timor. Mindsetnya harus dirubah terlebih dahulu, seperti saat ini oleh karena kondisi cuaca banyak jembatan yang roboh, kedepan kita akan mendesain, bukan prioritas dalam membangun atau memperbaiki jembatan yang rusak, kecuali jika kondisinya curam, tetapi yang kita pikirkan adalah bagaimana kita menyiapkan air yang banyak agar bisa memenuhi kebutuhan pertanian dan peternakan di Pulau Timor,”jelasnya.

“Dan untuk menjawab ini yang harus kita prioritas yang kita kerjakan adalah membangun bendungan yang banyak. Oleh sebab itu, sebenarnya kita tidak perlu sumur bor yang banyak, tetapi harus diperbanyak bendungannya,”tandasnya.

Dia menambahkan, pekerjaan untuk membuat bendungan ketimbang membangun jembatan, desain pembangunannya haruslah dirumuskan secara bersama agar perencanaan tersebut dapat terwujud dengan baik.

“Bagi setiap anggota komunitas ini, saya sangat berharap untuk bisa memastikan lahan garap dengan kondisi airnya bagaimana, apakah cukup ataukah tidak? Bangun kerja sama dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten di Pulau Timor ini, agar masyarakat dapat mengolah lahannya dengan mekanisasi modern, cek ketersediaan benih dan pupuknya bagaiman? Dan pemrintah bertanggung jawab menyiapkan off takernya,”imbuhnya.

Ia menyampaikan bahwa di tahun ini pemerintah sudah mulai membangun pabrik pakan ternak udang di Kabupaten Sumba Timur.

“Nah dengan program TJPS yang saat ini kita tengah jalankan, maka dari jagung harus bisa menghasilkan pakan yang banyak juga untuk bisa dimakan oleh ternak-ternak. Di Timor ini harus kuat dalam segala lini, komponen pemerintahannya harus kuat, Gereja nya juga harus kuat, nah disinilah dibutuhkan keberanian untuk bekerja sama. Jika semua bisa berkolaborasi dengan baik, maka saya percaya Pulau Timor akan menjadi pulau paling top di dunia,”terangnya.

Sementara itu Ketua Komunitas Tani Ternak Sejahtera GMIT, Pendeta Jefry Watileo mengatakan, komunitas yang dibentuk adalah dengan maksud untuk dapat bekerja sama dalam semangat kolaborasi dengan siapa saja termasuk dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Hari ini kami datang untuk bisa bertemu dengan Bapak Gubernur, agar setiap anggota komunitas ini dapat bekerja maksimal dan saling mendukung untuk bisa mewujudkan kesejahteraan bersama, termasuk kami ingin berbagi soal program TJPS yang kami rasakan dampaknya sangat bermanfaat bagi masyarakat.

“Muara dari TJPS ini memang sangat berarti untuk masyarakat menjadi sejahtera. Oleh sebab itu, apa yang ingin kami bawa ini adalah dalam satu misi yang sama adalah dengan nama Tanam Jagung Panen Sejahtera,”ungkat Pendeta Watileo yang juga adalah Sekretaris Badan Pemberdayaan Ekonomi dan Pengembangan Aset Sinode GMIT.

Pendeta Watileo juga menyampaikan bahwa setelah melalui diskusi panjang dalam komunitas yang dibentuk, maka kesempatan baik pada hari ini adalah dimana Komunitas Tani Ternak Sejahtera GMIT ingin mendapatkan berbagai masukan positif dari Bapak Gubernur dalan rangka memperkokoh kolaborasi memajukan NTT. (HT)