Suara-ntt.com, Kupang-Dugaan tindakan penganiayaan Kanit Intel Polsek Kie, Aipda DN terhadap Kepala Desa (Kades) Oinlasi Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Yeremias Nomleni dinilai bertentangan atau melanggar hukum dan kode etik profesi kepolisian.
Ahli Hukum Pidana Unwira Kupang, Mikhael Feka mengatakan, seharusnya, seorang polisi yang menjabat sebagai Kanit Intel Polsek Kie ini, lebih bijak dalam melaksanakan tugasnya dalam menghadapi berbagai situasi bukan melakukan tindakan arogan.
Perbuatan oknum polisi tersebut dinilai telah melanggar Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik kepolisian negara Republik Indonesia.
“Apapun alasannya seorang anggota Polri tidak bisa sembarangan melakukan tindakan kekerasan kepada masyarakat. Kecuali dalam keadaan tertentu ketika menghadapi penjahat dan terpaksa harus melakukan itu,” kata Mikhael kepada wartawan pada Kamis, 02 Maret 2023.
Menurutnya, tugas Polri sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negera Republik Indonesia Pasal 2 mengatur bahwa fungsi kepolisian itu salah satunya adalah pemerintahan negara di bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
“Jadi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat harus bersikap betul-betul sebagai pelindung, pengayom dan pelayan bukan sebaliknya menjadi momok dalam masyarakat,” tegasnya.
Ditegaskan, tindakan yang dilakukan oleh oknum Kanit Intel Polsek Kie yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Kepala Desa Oinlasi Kecamatan Kie Kabupaten TTS, sangat tidak dibenarkan.
Dia menambahkan, segala persoalan bisa dibicarakan secara baik, apalagi oknum polisi itu berstatus sebagai Kanit Intel seharusnya lebih bijak dalam menghadapi permasalahan di masyarakat bukan sebaliknya main hakim sendiri.
Dijelaskan, tindakan oknum polisi tersebut jelas tidak sejalan dengan Slogan Polri Presisi yang diusung Kapolri Listyo Sigit Prabowo saat ini. Tindakan pelaku dapat diterapkan Pasal 351 Ayat (2) KUHP dengan ancaman penjara selama-lamanya lima tahun. (Che/HT)