Suara-ntt.com, Kupang-Penjabat Wali Kota Kupang, Fahrensy Priestley Funay memaparkan trend kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup tinggi.
Fahren menjelaskan saat ini pelanggaran kasus kekerasan seksual masih sering terjadi dan dialami oleh anak-anak di Kota Kupang. Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang menyebutkan terdapat kenaikan jumlah korban dan kasus kekerasan terhadap anak sebesar 2,1 persen dari tahun 2021 sebanyak 60 kasus dan pada tahun 2022 sebanyak 127 kasus. Sedangkan pada tahun 2023 dari bulan Januari sampai Juni terdapat 70 kasus.
“Jadi jenis kasus kekerasan seksual di Kota Kupang masih mendominasi yang sering dialami anak-anak,”kata Fahren membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Anak Berhadapan dengan Hukum Tingkat Kota Kupang tahun 2023 dengan tema Pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Hotel Kristal pada Selasa, 29 Agustus 2023.
Dia mengatakan, dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi langkah positif pemerintah untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, termasuk bagi anak-anak korban kekerasan seksual.
Untuk diketahui UU TPKS mengakui adanya hak-hak khusus anak, termasuk memperoleh akses ke proses yang adil, perlakuan manusiawi, serta rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Meskipun, perlu diakui bahwa dalam prakteknya, pelaksanaan UU TPKS masih menemui tantangan.
Penjabat Wali Kota mengapresiasi penyelenggaraan rapat koordinasi ini karena mengisyaratkan komitmen negara untuk menjamin seluruh anak Indonesia mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-haknya, khususnya dalam agenda penanganan anak berhadapan dengan hukum dan perlindungan dari kekerasan seksual.
Ia menegaskan dalam menjalankan agenda-agenda tersebut, perlu diingat bahwa sebagai tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, anak memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Lebih lanjut kata dia diperlukan sinergitas dan kolaborasi yang erat di antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder penegak hukum dan penyelenggara sistem peradilan anak, agar komitmen pemerintah dalam menjamin perlindungan hak-hak anak benar-benar terwujud sesuai amanah undang-undang, dengan berpegang pada prinsip bahwa anak-anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa memiliki potensi konstruktif bagi negara, sesuai amanat Pasal 94 UU SPPA bahwa pemerintah daerah melaksanakan koordinasi lintas sektoral dalam menyelenggarakan urusan perlindungan anak.
Dalam kesempatan itu ia menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas partisipasi seluruh pihak terhadap upaya perlindungan anak, segala hak-hak asasi manusia yang melekat pada anak, terutama dalam sistem peradilan anak dan perlindungan terhadap kekerasan seksual melalui kegiatan rapat koordinasi ini.
Harapannya semoga melalui peran semua pemangku kepentingan dapat menjamin konsistensi dalam upaya mewujudkan kehormatan dan harga diri anak, menegakkan penghormatan terhadap anak berhadapan dengan hukum dan kebebasan dasar lainnya dengan mengasumsikan bahwa anak memiliki peran konstruktif bagi masa depan bangsa dan negara.
Melalui laporan panitia, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang, Clementina R. N. Soengkono menyampaikan kegiatan ini dilaksanakan DP3A Kota Kupang untuk mengoptimalkan pelaksanaan UU TPKS melalui rakor anak berhadapan dengan hukum guna mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi dalam proses implementasi. Tujuannya untuk mengetahui kendala-kendala yang di alami oleh lembaga layanan dalam pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS dalam sistem peradilan pidana anak. (PKP_chr)