Suara-ntt.com, Kupang-Beberapa waktu lalu para kontraktor atau rekanan mengeluh karena uang muka sebesar 15 persen dari pagu anggaran belum dicairkan oleh Pemerintah Nusa Tenggara Timur dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Padahal mereka sudah mengerjakan proyek infrastruktur di NTT.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Maksi Nenabu yang dikonfirmasi soal itu mengaku, pihaknya sudah mencairkan uang muka sebesar 15 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan.
“Memang uang muka baru kita diproses dua minggu lalu pada bulan Maret 2021 ini. Keterlambatan itu bukan disengaja tapi karena sementara berproses di Badan Keuangan Provinsi NTT,”katanya kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (17/3/2021).
Maksi mengakui bahwa selama ini para rekanan atau kontraktor bekerja tanpa uang muka karena memakai uang sendiri.
Dikatakan, anggaran untuk pembangunan infrastruktur dengan menggunakan APBD Provinsi NTT sangat kecil sekali sehingga pemerintah mengajukan pinjaman dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
“Kita gunakan pinjaman dari SMI dengan total pinjaman sekitar Rp 1 triliun lebih untuk membiayai pembangunan infrastruktur di NTT. Sedangkan pinjaman dari Bank NTT sebesar Rp 150 miliar dari tahun 2020 lalu sudah digunakan,”ungkapnya.
“Kita berharap seminimal mungkin agar anggaran untuk infrastruktur di tahun 2021 ini tidak direfocusing atau dipotong banyak,”penuh berharap.
Keluhkan Uang Muka
Sebelumnya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menerapkan skema pekerjaan dengan sistem tahun jamak. Dengan demikian, para rekanan atau kontraktor mengalami kesulitan dalam mendapatkan uang muka.
“Sampai saat ini, para rekanan mengeluh karena belum mendapat uang muka. Kurang lebih ada 16 paket pekerjaan sementara dikerjakan namun mereka belum mendapat pinjaman dari bank,”kata Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Yohanes de Rosari dalam acara rapat dengar pendapat (RDP) dengan pemerintah soal refocusing anggaran 2021 belum ini di Kantor DPRD Provinsi NTT.
Yohanes mengatakan, karena anggaran dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk membiayai infrastruktur jalan provinsi di NTT tersendat maka pihak bank juga tidak memberikan pinjaman kepada pihak rekanan sehingga mereka tidak melaksanakan pekerjaannya.
“Kita minta agar pihak PT. SMI juga melonggarkan kebijakan ini agar bisa membantu Pemerintah Provinsi NTT. Ini bicarakan soal 16 paket pekerjaan dengan anggaran Rp 180 miliar. Kalau kita bicara soal Rp 1,5 triliun dari SMI pinjaman dana PEM langsung cair,”ungkap mantan Ketua DPRD Kabupaten Lembata dua periode ini.
Dirinya mengharapkan agar pemerintah untuk terus berupaya baik melalui pinjaman PT. SMI dan dana PEM ini, ada kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat.
Dikatakan, PT. SMI itu merupakan Badan Umum Milik Negara (BUMN) yang berplat merah sehingga kebijakannya lebih longgar dan gampang untuk menyalurkan pinjaman ini apalagi antara pemerintah dengan pemerintah.
“Saya minta pemerintah serius menangani masalah ini agar tidak tersendat dalam kebijakan kita di APBD 2021 ini. Dan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah dan harus ditanggapi secara serius,”ujar politisi Partai Golongan Karya (Golkar) ini.
Dia juga meminta pemerintah agar dinas-dinasĀ kemakmuran dengan Dinas PUPR dalam refocusing anggaran 2021 untuk tidak dipotong karena bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat.
“Baru-baru kita sudah melakukan sosialisasi enam ranperda apalagi ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Bicara jalan NTT sangat butuh, bicara ternak NTT sangat butuh, bicara soal kelautan dan perikanan kemudian bicara soal pertanian apalagi,” tandasnya.
Dijelaskan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di NTT, sektor pertanian yang menyumbang paling besar sehingga sektor-sektor kemakmuran jangan diganggu didalam melakukan refocusing.
Lebih lanjut kata dia, dalam road map Pemerintah Provinsi NTT di tahun 2023 akan menyelesaikan semua ruas jalan provinsi yang ada di daerah kabupaten/kota sehingga anggaran pada Dinas PUPR jangan diganggu untuk direfocusing atau dirasionalisasi.
“Jika dinas-dinas ini anggarannya dipotong maka akan pincang dalam menjalankan program dibawah. Karena program pengentasan kemiskinan kita tidak bisa lakukan. Saya juga memberikan apresiasi kepada pemerintah provinsi meskipun jalannya tersendat tapi masyarakat bisa menikmatinya,”paparnya. (Hiro Tuames)