Suara-ntt.com, Kupang-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi ancaman besar dari perubahan iklim, dengan bencana ekstrem seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang semakin sering terjadi.
Bank Dunia bahkan menetapkan Kota Kupang dan Kabupaten Manggarai sebagai wilayah yang rawan bencana iklim, sebuah kondisi yang memperburuk ketimpangan sosial di masyarakat.
Terutama, kelompok terpinggirkan seperti perempuan, anak perempuan, dan penyandang disabilitas menghadapi beban berat akibat terganggunya akses terhadap layanan air, sanitasi, dan kebersihan (WASH).
Merespons situasi ini, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah Australia melaksanakan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang Berkesetaraan Gender dan Inklusi Sosial (STBM GESI) melalui proyek Water for Women (WfW).
Program yang berlangsung sejak 2018 hingga 2024 ini berhasil menjangkau lebih dari 550.000 penerima manfaat, termasuk kelompok rentan di Kabupaten Sumbawa (NTB), Kabupaten Manggarai, dan Kota Kupang (NTT).
Proyek STBM GESI bertujuan meningkatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang aman, layak, dan inklusif untuk berbagai kelompok marjinal. Selain itu, program ini juga memperkuat ketahanan masyarakat terhadap dampak buruk perubahan iklim, khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana. Pada tahap selanjutnya, Plan Indonesia berupaya memastikan keberlanjutan proyek Water for Women melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kota Kupang untuk menerapkan program STBM GEDSI yang tangguh iklim di wilayah tersebut.
Kegiatan serah terima dan diskusi rencana keberlanjutan proyek ini dilaksanakan di Aula Fernandez, Lantai 4 Kantor Gubernur NTT pada Senin, 18 November 2024.
Acara tersebut menghadirkan sejumlah narasumber penting, termasuk Dr. Alfonsus Theodorus, ST., MT., Kepala Bapperida Provinsi NTT, Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, dan Linus Lusi, S.Pd., M.Pd., Penjabat Wali Kota Kupang.
Dalam sambutannya, Dini Widiastuti menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektoral untuk mencapai ketahanan iklim di daerah-daerah rawan bencana seperti NTT. “Kami ingin memastikan bahwa seluruh masyarakat, terutama kelompok marjinal, dapat menikmati fasilitas sanitasi yang aman dan layak di tengah ancaman perubahan iklim. Ini membutuhkan komitmen bersama, baik dari pemerintah maupun masyarakat,” ujarnya.
Dr. Alfonsus Theodorus juga menyambut baik keberlanjutan program ini sebagai wujud dukungan terhadap kesejahteraan masyarakat NTT. “Ketahanan iklim di NTT adalah prioritas yang memerlukan dukungan dari semua pihak. Melalui kerja sama ini, kami yakin bahwa masyarakat dapat lebih siap menghadapi risiko iklim yang semakin nyata,” tuturnya.
Dengan keberlanjutan proyek Water for Women, diharapkan masyarakat NTT, khususnya di Kota Kupang, dapat menikmati akses sanitasi yang lebih aman, inklusif, dan tahan terhadap dampak iklim. ***