Suara-ntt.com, Kupang-Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang, Yeskiel Loudoe dengan tegas mengatakan, dirinya tidak memiliki niat untuk melecehkan agama Katolik dan etnik Flores karena merupakan bagian dari umat Katolik itu sendiri.
“Silahkan cek, sebagian besar keluarga Loudoe adalah umat Katolik. Dari Ende sampai Kota Kupang. Jadi saya tidak ada niat untuk lecehkan agama Katolik. Rekaman itu terkesan sudah diedit, oknum tertentu” tegas Yeskiel Loudoe ketika memberikan klarifikasi kepada wartawan terkait rekaman suara yang berbau suku, agama, dan ras (SARA) miliknya yang beredar luas di media sosial dan Group WhatsApp (WA) pada Sabtu 29 Mei 2021.
Yeskiel menyatakan, rekaman tersebut telah dipotong atau diedit oleh oknum tertentu untuk menciptakan suasana kisruh di Kota Kupang.
“Apa yang terpublikasi di media dalam bentuk foto dan rekaman saya, itu merupakan percakapan saya dengan rekan media dalam menjawab pertanyaan tentang pendemo yang datang, tetapi tidak memiliki identitas jelas dan tidak ada ijin dari pihak kepolisian,” katanya didampingi anggota DPRD Kota, Adrianus Talli dan Gusti Beribe di Kantor DPD PDI-Perjuangan Provinsi NTT pada Minggu, 30 Mei 2021 malam.
Menurutnya, pernyataan yang dilontarkan merupakan hal khusus untuk identitas dari enam orang pendemo yang datang di ruang DPRD, tanpa identitas atau KTP yang jelas.
“Mereka datang menyatakan sikapnya untuk menuntut saya turun dari jabatan sebagai Ketua DPRD Kota Kupang,”beber politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.
Sebagai Ketua DPRD Kota Kupang dan mewakili keluarga, Yeskiel Loudoe menyampaikan permohonan maaf terkait rekaman dan foto miliknya yang telah dipublikasi, dan menyinggung perasaan umat Katolik dan etnik Flores pada umumnya.
“Secara pribadi dan sebagai Ketua DPRD Kota Kupang, serta keluarga, saya menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan umat Katolik mulai dari Bapak Uskup, Bapak Pastor/Romo dan para tokoh etnik suku Flores dan segenap umat Katolik bahwa yang terpublikasi ke medsos merupakan sebuah kekeliruan,”pungkasnya. (Hiro Tuames)